12 Maret 2008

Rem Kereta Api


Di kalangan komunitas pecinta kereta api, masalah sistem rem sangat sering dibicarakan. Mulai dari aspek teknis, sampai aspek lain yang berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan berkeretaapi. Hampir semua kereta api yang sekarang operable di Indonesia menggunakan sistem rem angin Westinghouse (ada juga yang varian Knorr) untuk pengereman seluruh rangkaian KA. Selain itu, di dalam sistem lok sendiri juga terdapat independent brake (yang hanya bekerja pengereman lok sendiri).

Pada dasarnya, sistem rem di KA cukup sederhana. Untuk membuka rem hingga sepatu rem tidak menekan roda, maka dalam pipa saluran angin sepanjang KA diisi tekanan udara, tekanan ini mengisi tabung reservoir di tiap-tiap gerbong melalui sebuah katup yang disebut triple-valve. Melalui sebuah kompresor, katup ini akan terus mengisi reservoir untuk menjaga tekanan udara di pipa saluran. Begitu tekanan di pipa saluran ini dikurangi, maka katup akan membuat udara dalam reservoir menekan silinder rem. Semakin mendadak pengurangan tekanan yang ada dalam saluran, maka penekanan silinder rem akan makin kuat.

Sistem ini, kebalikan dari rem angin pada truk atau bis. Pada truk, silinder ditekan dengan memberikan tekanan angin atau oli secara langsung. Kenapa kebalikan? Supaya KA fail safe, misalnya rangkaian terputus, otomatis pipa antar rangkaiannya juga lepas, tekanan akan berkurang mendadak dan rangkaian akan mengerem darurat. Sementara itu, jika yang ditarik rem lokonya, memang roda lokonya akan terkunci, tetapi kalau sang masinis tidak memperhatikan dan main tarik terus, akibatnya roda rangkaian akan menjadi benjol.

Menurut gosip, suara KRL Holec yang bunyinya duk..duk..duk..duk (apalagi kalau pas lagi lewat Gambir dan kita berada di lantai bawahnya, kedengaran jelas). Itu akibat pengisian salurannya kurang cepat, jadi roda sebagian masih terkunci sudah ditarik, jadi pada benjol, akibatnya ya bunyi duk.. duk.. itu!

Bagimana dengan handel rem darurat di setiap gerbong? Alat itu fungsinya untuk membuka katup yang terhubung ke saluran angin yang menjalar di sepanjang KA. Begitu diputar, tekanan udara di saluran akan terbuang, silinder mengunci, KA akan mengerem darurat. Tidak perlu pakai sensor dan lain-lain, murah meriah! Di luar negeri, terutama AS, sekarang memang sedang dikembangkan sistem pemberian komando menggunakan sinyal elektrik ke rangkaian. Soalnya, semakin panjang rangkaian laju rambat angin dalam saluran relatif lambat, sehingga pengereman tidak bisa sekaligus, tapi mulai dari rangkaian yang paling dekat loko.

Penjalaran sinyal elektrik yang cepat, diharapkan dapat mengatasi masalah itu. Sistem Westinghouse sebenarnya relatif aman, tetapi kalau tidak hati hati, misalnya sewaktu menggandeng rangkaian semua reservoirnya kosong, atau katup antar gerbong lupa di buka, sementara masinis menduga kalau saluran angin sudah terisi, akibatnya nanti waktu akan mengerem rangkaian pasti ia akan terkejutnya setengah mati! Makanya sekarang kita sering melihat -- terutama di stasiun pemberangkatan awal -- ada petugas yang membawa manometer yang mengecek ke rangkaian paling belakang dan melakukan pengecekan apakah saluran anginnya sudah penuh terisi oleh kompresor yang dilakukan lokomotif.


Ada lagi masalah, di Indonesia kita sering melihat ada orang yang naik di sambungan antar KA, ini sangat membahayakan (bukan buat orangnya, tapi buat sistem pengereman). Kalau secara tidak sengaja katup saluran antargerbong tersenggol dan tertutup, maka sewaktu masinis megerem, maka hanya sebagian rangkaian saja yang akan mengerem karena salurannya masih terhubung, tetapi untuk gerbong yang salurannya tertutup sampai dengan rangkaian paling belakang remnya tidak akan berfungsi, karena pipa salurannya masih bertekanan dan tertutup, jadi tidak ikut turun tekanannya. Memang untuk membuka dan menutup katup tidak semudah tersenggol, tapi dapat dibayangkan kalau diinjak misalnya, tenaganya cukup untuk memutar katup!.

Kejadian sebaliknya, kalau selangnya terinjak dan lepas, seluruh rangkaian akan mengerem mendadak. Sewaktu zaman SS dulu, sistem pengereman yang digunakan adalah sistem vacuum (makanya orang kita bilang kalau rem mobil, motor, atau sepedanya bagus,disebut remnya “pakem” yang berasal dari kata vacuum). Kalau sistem ini, di sepanjang pipa saluran rem, udara disedot sampai benar-benar vacuum, sehingga silinder rem terbuka (opened). Waktu akan mengerem, udara luar dibocorkan masuk ke dalam saluran, maka silinder akan menekan kampas rem. Kalau rangkaian putus, maka pipa saluran akan langsung terisi udara, jadi otomatis akan mengerem darurat. Kekurangan sistem ini adalah daya tekan remnya tidak bisa sebesar sistem udara tekan Westinghouse, soalnya tekanan udara bebas kan hanya 1 atm, sedang sistem Westinghouse bisa 6-7 atm atau malah lebih.

Lok-lok disel model lama seperti BB301 ada sebagian yang mempunyai dua sistem, Westinghouse dan vacuum, jadi di dalam lok ada kompresor dan pembangkit vacuum. Alat untuk mengeceknya bernama vacuum-manometer. Anda pernah melihat petugas sewaktu akan melangsir gerbong penumpang? Yang dilakukan pertama pasti ia menarik handel di bawah gerbong untuk menghilangkan tekanan yang ada di dalam reservoir, supaya sepatu remnya terangkat. Untuk menghemat waktu, biasanya gerakan langsiran dilakukan tanpa menghubungkan saluran angin rem! Pengereman dilakukan mengandalkan independent brake loko saja. Di stasiun Tugu, saya pernah menyaksikan lok langsir D301 sedang melangsir rangkaian gerbong penumpang. Waktu direm, roda lokonya memang sudah berhenti, tapi masih terseret oleh momentum rangkaian gerbong! Lumayan sih, sampai beberapa meter. ***